Penggunaan utang pemerintah AS yang ditokenisasi sebagai jaminan dalam perdagangan kripto dengan leverage semakin marak, membuka pintu bagi risiko baru di pasar kripto. Praktik ini meningkatkan potensi efek domino pada protokol keuangan terdesentralisasi (DeFi), mengingat aset ini rentan terhadap gejolak geopolitik dan likuiditas.
Tokenisasi adalah proses mengubah aset dunia nyata menjadi token digital di blockchain. Dalam kasus surat utang AS, token ini mewakili klaim digital atas utang pemerintah. Meskipun dana likuiditas jangka pendek dianggap berisiko rendah, Moody’s dalam laporannya menyebutkan bahwa dana tersebut tidak bebas risiko sepenuhnya, terutama dengan adanya teknologi baru ini. Salah satu risiko terbesar terletak pada perdagangan leverage yang mengandalkan rasio loan-to-value (LTV). Jika nilai jaminan turun di bawah ambang batas tertentu, posisi trader dapat dilikuidasi otomatis atau diminta untuk menambah jaminan.
Bursa kripto Deribit dan Crypto.com telah mulai mengizinkan penggunaan dana US Treasury yang ditokenisasi sebagai jaminan. Kedua platform ini mengintegrasikan dana BUIDL BlackRock, instrumen pasar uang yang ditokenisasi melalui Securitize. Departemen Keuangan AS sendiri telah memperingatkan bahwa tokenisasi dapat menjadi jembatan bagi volatilitas aset yang bisa menyebar ke pasar keuangan yang lebih luas.
Utang AS yang ditokenisasi juga terpapar pada beberapa vektor risiko tambahan, termasuk kebijakan pengeluaran fiskal, masalah likuiditas, keputusan suku bunga, dan gejolak geopolitik. Nick Jones, pendiri Zumo, menekankan pentingnya manajemen risiko yang kuat dan transparansi. Ke depan, para investor mulai menjajaki aset dunia nyata yang ditokenisasi lainnya, seperti emas dan properti, sebagai penyimpan nilai alternatif di tengah kekhawatiran stabilitas fiskal AS dan ketegangan geopolitik.
