Pemerintah Indonesia kembali menyesuaikan kebijakan pajaknya di dunia kripto. Melalui Kementerian Keuangan, mulai 1 Agustus mendatang, para miner dan penjual aset kripto akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/2025 dan 53/2025 yang baru diterbitkan, menunjukkan komitmen dan ketertarikan pemerintah untuk mengatur sektor yang berkembang pesat ini.
Berdasarkan regulasi terbaru, tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan aset kripto di bursa domestik naik dari 0,1% menjadi 0,21%. Kenaikan yang lebih signifikan terjadi untuk penjualan di bursa asing, melonjak drastis dari 0,2% menjadi 1%, sebuah langkah yang diperkirakan akan mendorong transaksi di bursa lokal.
Selain itu, para penambang kripto juga akan merasakan dampak serupa. PPN untuk miner naik dari 1,1% menjadi 2,2%. Peraturan ini juga menghapus PPh khusus 0,1% untuk penambangan kripto, yang berarti pendapatan dari mining akan dikenakan tarif PPh pribadi atau badan mulai tahun 2026, menyelaraskan perlakuan pajak dengan sektor bisnis lainnya.
Meskipun terdapat kenaikan pajak yang demikian, ada kabar baik bagi pembeli aset kripto. Kementerian Keuangan memutuskan untuk membebaskan beberapa transaksi kripto dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebelumnya, pembeli wajib membayar PPN sebesar 0,11%–0,22%. Pembebasan ini, menurut Finance Minister Sri Mulyani Indrawati, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan beradaptasi dengan perkembangan perdagangan aset kripto, serta berpotensi merangsang minat investor baru di pasar domestik.