World ($WLD), yang dulunya dikenal sebagai Worldcoin dan dipimpin oleh Sam Altman, menghadapi sorotan tajam terkait model identitas biometriknya. Meski World mengklaim mampu meningkatkan inklusi keuangan melalui verifikasi identitas berbasis iris scan dan distribusi token WLD, para kritikus menilai pendekatan ini justru melemahkan prinsip desentralisasi, privasi, dan kedaulatan diri.
Shady El Damaty dari Holonym Foundation menilai bahwa desentralisasi bukan sekadar soal arsitektur teknis, tapi juga filosofi yang menempatkan kendali di tangan pengguna. Menurutnya, penggunaan perangkat keras khusus (Orb) dan kontrol terpusat World atas data biometrik menciptakan “titik kegagalan tunggal” yang berpotensi disalahgunakan.
Meski World menyatakan infrastruktur biometriknya tidak terpusat dan datanya dienkripsi secara end-to-end, El Damaty tetap skeptis.
“Desain ini bertujuan untuk mengidentifikasi manusia secara unik, tapi ironisnya justru menyerupai pola akuisisi data agresif yang kita lihat pada OpenAI dan praktik scraping data lainnya,” katanya.
Sejumlah regulator global juga menentang World, termasuk Jerman, Kenya, Brasil, dan Indonesia, yang pada 5 Mei lalu menghentikan sementara sertifikasi World.
Kritik juga muncul terkait risiko World dalam menciptakan “masyarakat dua tingkat”, di mana mereka yang rela atau dipaksa menyerahkan data biometrik memperoleh akses, sementara yang menolak terpinggirkan.
World berkeras bahwa sistem ID mereka open-source, permissionless, dan memanfaatkan zero-knowledge proofs (ZKPs) agar data tidak bisa dihubungkan kembali ke individu. Namun, para pengamat tetap waspada, mengingat potensi data biometrik digunakan sebagai alat pengawasan, terutama di rezim otoriter.
Meskipun World menjanjikan inklusi keuangan dan solusi verifikasi identitas yang inovatif melalui teknologi iris scan dan zero-knowledge proofs, para pengamat khawatir bahwa pendekatan ini justru berpotensi menciptakan sentralisasi data yang merusak privasi, membuka pintu pengawasan, dan mengancam kedaulatan individu.