Drama kebangkrutan FTX memasuki babak baru setelah seorang kreditor asal Tiongkok mengajukan keberatan terhadap mosi FTX. Mosi tersebut bertujuan menangguhkan pembayaran kepada para residen di negara-negara yang memiliki regulasi ketat terkait transaksi kripto. Weiwei Ji, kreditor yang mengajukan keberatan, menyatakan bahwa meskipun ia berdomisili di Singapura, ia diklasifikasikan sebagai kreditor Tiongkok karena memegang paspor Tiongkok. Ji mewakili lebih dari 300 kreditor Tiongkok lainnya yang merasa hak mereka terancam.
Keberatan ini didasarkan pada dua argumen utama. Pertama, pembayaran FTX dilakukan dalam Dolar AS, yang merupakan metode pembayaran legal standar. Kedua, distribusi aset kripto adalah legal di Tiongkok, di mana aset digital dianggap sebagai “properti pribadi”. Ji menegaskan bahwa keluarganya memiliki klaim gabungan lebih dari $15 juta USD dan telah memenuhi semua persyaratan prosedur. Mereka merasa langkah FTX ini tidak adil dan semena-mena.
Sebelumnya, pihak FTX mengajukan mosi penangguhan pembayaran karena khawatir akan potensi denda, penalti, hingga tuntutan pidana bagi direksi dan petugas jika melakukan distribusi di yurisdiksi yang melarang kripto. Mosi ini mengidentifikasi 49 negara dengan hukum kripto yang tidak jelas atau restriktif, termasuk Tiongkok, Rusia, Mesir, dan Ukraina. Sekitar 5% dari total klaim yang diizinkan berasal dari residen di negara-negara tersebut. FTX sendiri telah memulai pembayaran kepada kreditor sejak 18 Februari lalu, dengan nilai aset dihitung berdasarkan harga pada November 2022.