Coinbase, bursa kripto terkemuka, menyalakan alarm merah mengenai kesehatan finansial perusahaan kripto yang tercatat di bursa. Dalam laporan terbarunya, Coinbase memperingatkan bahwa kewajiban terkait utang dapat memaksa beberapa perusahaan untuk melikuidasi kepemilikan kripto mereka dalam waktu dekat. Kekhawatiran utama adalah risiko pembiayaan kembali (refinancing) dan rasio pinjaman terhadap nilai aset (loan-to-value/LTV), meskipun sebagian besar perusahaan besar masih memiliki opsi untuk menghindari likuidasi paksa.
“Risiko tekanan jual paksa muncul karena banyak kendaraan modal transit publik (PTCV) ini telah menerbitkan obligasi konversi untuk menggalang dana murah guna membeli berbagai aset kripto,” demikian bunyi laporan tersebut.
Jika harga kripto jatuh dan perusahaan tidak dapat membiayai kembali utang mereka, mereka mungkin terpaksa menjual aset kripto yang dimiliki, memicu likuidasi pasar yang lebih luas.
Namun, di balik risiko tersebut, Coinbase tetap optimistis, terutama dengan terus berlanjutnya akumulasi aset kripto oleh korporasi. Perusahaan melihat potensi pertumbuhan di paruh kedua tahun 2025, seiring dengan meningkatnya minat perusahaan tradisional terhadap strategi kripto dalam neraca keuangan mereka.
Di sisi regulasi, Coinbase memprediksi bahwa paruh kedua tahun 2025 akan menjadi periode transformatif bagi industri aset digital AS. Pergeseran dari “regulasi melalui penegakan” di bawah pemerintahan sebelumnya telah menciptakan momentum untuk undang-undang baru. Rancangan undang-undang seperti STABLE dan GENIUS Acts berpotensi disatukan menjadi satu RUU dan ditandatangani oleh Presiden Trump. Undang-undang ini akan memperkenalkan perlindungan konsumen, aturan cadangan, dan persyaratan kepatuhan AML untuk penerbit stablecoin.
Coinbase juga menyoroti potensi dampak dari Digital Asset Market Clarity Act, yang bertujuan untuk mendefinisikan peran regulasi SEC dan CFTC. Keputusan atas beberapa proposal ETF baru diharapkan antara Juli dan Oktober, menambah dinamika pasar kripto ke depan.