Binance, salah satu bursa kripto terbesar di dunia, kembali menempuh jalur hukum untuk menolak gugatan class action yang menuduhnya menjual sekuritas secara ilegal.
Dalam dokumen pengadilan tertanggal 16 Mei 2025 yang diajukan ke pengadilan federal di New York, Binance meminta agar seluruh anggota gugatan tersebut dialihkan ke proses arbitrase, sesuai dengan ketentuan layanan yang mereka klaim telah disetujui oleh para pengguna.
Binance menegaskan bahwa sejak Februari 2019, syarat layanannya telah mencakup klausul arbitrase serta larangan eksplisit terhadap gugatan class action. Oleh karena itu, menurut Binance, semua klaim yang terjadi setelah tanggal tersebut seharusnya diselesaikan melalui arbitrase individu, bukan gugatan kolektif.
“Pengadilan harus memutuskan bahwa Penggugat diharuskan untuk mengarbitrase klaim yang timbul setelah 20 Februari 2019, bahkan jika Pengadilan berpegang pada keputusan awal mengenai klaim yang timbul sebelum itu dan bahwa pengabaian gugatan perwakilan kelompok dalam Ketentuan Penggunaan 2019 dapat diberlakukan untuk semua klaim Penggugat,” kata Binance.
Permintaan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan sebelumnya pada Maret, ketika Hakim Andrew Carter menolak permintaan Binance untuk mengarbitrase seluruh gugatan, setidaknya bagi pengguna yang membeli token antara April 2017 hingga Februari 2019.
Namun, untuk pembelian setelah 2019, keputusan akhir masih tertunda.
Kasus ini juga sempat diberhentikan pada 2022 setelah hakim setuju bahwa Binance tak tunduk pada hukum sekuritas AS karena tidak memiliki kantor pusat di negara tersebut.
Namun, keputusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Banding AS pada Maret 2024, dan Mahkamah Agung menolak permohonan banding Binance.
Selain itu, Binance juga menghadapi gugatan serupa di Kanada, menyusul keputusannya keluar dari negara tersebut pada Mei 2023.