Bank of England (BoE) dilaporkan sedang meninjau ulang rencananya untuk meluncurkan mata uang digital bank sentral (CBDC) atau “digital pound” untuk konsumen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya skeptisisme mengenai kebutuhan dan manfaatnya bagi sistem keuangan. BoE kini lebih condong mendorong bank-bank swasta untuk mempercepat inovasi pembayaran, ketimbang menciptakan CBDC yang didukung negara.
Gubernur BoE, Andrew Bailey, secara terbuka menyatakan bahwa ia perlu “banyak diyakinkan” jika inovasi perbankan komersial berhasil. “Jika itu sukses, saya mempertanyakan mengapa kita perlu memperkenalkan bentuk uang baru,” ujarnya di hadapan Komite Keuangan Parlemen. Sikap ini menandai perubahan signifikan dari posisi BoE sebelumnya yang menyatakan bahwa digital pound “kemungkinan dibutuhkan” di masa depan.
Perkembangan ini menunjukkan berkurangnya dukungan global terhadap mata uang digital yang didukung negara. Inggris sendiri tergolong lambat dalam mengadopsi CBDC dibandingkan yurisdiksi lain. Proyek ini juga menarik perhatian kelompok teori konspirasi, menghadapi kritik dari anggota parlemen, dan memicu lebih dari 50.000 tanggapan publik yang sebagian besar bersifat kritis, terutama terkait kekhawatiran privasi konsumen dan potensi destabilisasi bank saat krisis. Di sisi lain, kekhawatiran akan stablecoin asing atau Big Tech yang berpotensi merusak poundsterling juga mencuat.
Di Amerika Serikat, Kongres telah meloloskan “Anti-CBDC Surveillance State Act” yang bertujuan menghalangi Federal Reserve menerbitkan atau menguji CBDC tanpa persetujuan eksplisit Kongres. Meskipun demikian, ekosistem CBDC secara global terus berkembang dengan tiga negara yang telah resmi meluncurkan CBDC: Bahama, Jamaika, dan Nigeria, serta puluhan negara lainnya dalam berbagai tahap pengembangan.
